Categories

Friday, October 27, 2017

Nostalgia blogger

Ngecek-ngecek sosmed, ternyata hari ini #haribloggernasional ya? Ingatan langsung menerawang ke tahun 2007-2008. Dulu, awal pertama saya buat blog itu di multiply. Anak zaman now gak tau multiply? buat bayangan, bisa cek di sini

Jadi di multiply , sama seperti facebook, blogger, atau wordpress , adalah tempat berinteraksi, plus buat jualan juga. Jaringan blogger multiply luas sekali, bahkan yg jualan pun berinteraksi dengan baik. Dulu di multiply, macem-macem yang saya tulis, mulai dari kegiatan, event2 yang diikuti, ngayal2 babu (yang ternyata tercapai juga hahahaha)

Lama kelamaan mulai malas cek mutiply, lalu tertarik buat blog di Blogger.com. Awal mula buat setelah Pasar seni ITB 2010, dengan tujuan khusus untuk craft post. Lama-lama kecampur juga postingannya. Taunya tahun 2012 para blogger terusir dari multiply, karena multiply mau menjadi situs ecommerce saja, walaupun akhirnya pailit dan tutup.

Untungnya ada pilihan transfer data ke blogger, walaupun jadinya tanggalannya ngaco. Daripada gak ada ya. Ternyata udah 7 tahun saya bermukim di blog ini. Suka duka semua ada di sini. Sering menyesal kenapa gak sering nulis, karena sambil tulis post ini saya baca-baca postingan lama, dan terharu banget bacanya. Banyak kenangan seru, yang sebenernya saya juga udah lupa. hahahahaha

Dulu banyak banget blogger, berkunjung satu sama lain. Tapi sekarang kayaknya berkurang banyak ya? Lyfe. People change, kegiatan berubah, waktu makin sempit, wajar gak bisa sesenggang dulu buat nulis postingan. 

Sekarang saya, sebagai istri dan ibu, jarang2 punya waktu nulis kayak gini. Saking lamanya, itu draft postingan bisa sampe basi :)) dan akhirnya batal dipublish. Alhamdulillah, sebulanan ini saya ada waktu senggang karena berlibur di orangtua, anak jadi yang jaga, saya bisa kabur sebentar untuk tenang2 duduk menulis. Bukan sekedar pencitraan , duduk di fancy cafe sambil bawa laptop. Tapi ini bener2 waktu saya sendiri, tenang, dan cukup mikirin diri sendiri.

Tau ga? Saya nulis ini di rumah, dengan jeritan melengking anak, orang lalu lalang, bunyi nyaring mainan anak, lantai lengket bekas makanan dan cemilan bocah2 di rumah. Bisa diprediksi tulisan ini selesainya berapa lama :P 




Thursday, October 19, 2017

next Ndandut workshop?

Beberapa hari lalu saya posting di Instagram foto ini  :


dengan isi caption pertanyaan tentang masih ada yang tertarik kah dengan workshop Ndandut , berikut saran apa aja yang kira-kira mau diajarkan.
Buat yang masih penasaran, Ya. Saya memang akan mengadakan workshop Ndandut di bulan November. Materinya apa? menyusul yaaa,,


Kok ngadain workshop lagi? Jawabannya : Rindu. Rindu dengan flanel dan kesibukannya, rindu dengan teman2 baru yang ditemukan tiap workshop, rindu riweuhnya. Anak saya sebentar lagi 3 tahun, sudah bisa membiarkan mamanya kerja, dan sudah mulai bisa dititip kalau saya sedang liburan di bandung. Jadilah saya manfaatkan kesempatan ini untuk adakan workshop.

Buat yang mau ngadain workshop sendiri, nih saya tulis bocoran ya :

1. Perhitungkan waktu pengerjaan. Misalnya durasi workshop 3 jam, persiapkan materi yang kira2 cukup waktunya untuk dikerjakan oleh pemula. Eits jangan salah, bahkan yang udah bisa jahit, bisa jadi ngerjain superduper lama. Kalau dirasa materinya agak berat, persiapkan setengah jadi. Misalnya kain sudah dipotong2, adabagian yang sudah dijahit jadi peserta bisa selesai lebih cepat
2. Persiapkan bahan dan alat berlebih. Walaupun misalnya peralatan diumumkan dibawa oleh peserta, pasti adaaaa aja yang lupa bawa.  Itu yang harus diantisipasi dengan bawa peralatan dan bahan cadangan.
3. Kalau peserta banyak , siapkan asisten. Asisten ini bisa bantu bagi-bagikan kit, siapkan peralatan, urus pembayaran dll. Percayalah, workshop craft itu rempong nyiapinnya.
4. Siapkan dari jauh hari. Mulai dari materi, bahan2. Kelompokkan kit workshopnya. Siapkan per individu supaya ga rusuh pas hari H. Untuk bahan atau alat yang digunakan bersama, jangan hanya sediakan 1 alat untuk semua, karena pasti lama antri pakai alatnya.
5. Sediakan pola, kit saja tanpa pola kok sayang ya, peserta jadi kesulitan buat ulang di rumah.
6. Buat ketentuan atau policies. Gak mau kalo hasil kursus diremake sama peserta lalu dijual? Utarakan di awal, biar gak ada miss communication.

Semoga tips dari saya membantu teman2 yang mau coba buat workshop craft ya. Yang pertama pasti menegangkan deh, tapi kalo dipersiapkan dengan baik insyaallah akan lancar2 aja

Sunday, October 8, 2017

Bukan cabe tapi pedasss

Isi post ini bukan tentang cerita cabe dan kawan2. Tentang anuu.. Isi pikiran orang 😄. Beberapa waktu lalu saya gabung grup, yang isinya berbagi tips, trik dan tutorial. Seru lhooo,, membernya mulai dari newbie, sampai yang udah jago bgt. Banyak ilmu baru, teman baru, dll. Banyak yang bersenang hati,, sampai tak segan memuji yang bersedia bagi2

Sampai akhirnya saya baca ini :



Lalu bersahutan balasan2 serupa seperti ini misalnya


Hm... Anu.. Gak bisa ya memuji tanpa menjatuhkan orang lain. Saya gak pernah ngerti maksud orang2 yang seperti itu. Just say thank you, atau bahkan silakan puji orang sampai ke langit tertinggi, tapi kenapa harus menjatuhkan orang lain yang ga ada hubungannya? 

Coba kita buat contoh kasus. Ada teteh A, buat kreasi craft. Meluangkan waktu, uang, tenaga, dan pikiran untuk membuat kreasinya. Polanya disimpan sendiri, atau dijual dalam bentuk digital. Lalu tiba2 ada yang bilang teteh A ini pelit, ga mau bagi pola atau tutorial. Siape eluuuuuuuuu..(maap saya memang emosi pas ngetik ini 😂)  bayarin internet engga, ngasi makan engga, dateng2 ngejudge salah lah, pelit lah.. Trus yang paling gemes kalo bawa ayat2 yang menyarankan untuk berbagi ilmu atau bersedekah (tapi lupa bawa yg tentang gak etisnya meminta2 dan tak mau berusaha) siape eluuu ngatur2 orang urusan sedekah dan bagi ilmu. Siapa tau teteh A ini hasil ngecraftnya dipake buat ngasih makan anak yatim 100orang. Atau ga sempet bikin tutor krn sibuk mengurus orang tua yang lagi sakit, atau mungkin teteh ini bersedekah ilmunya offline. Siapa yg tau, namanya juga sedekah, baiknya disimpan sendiri, ntar kalau dibilang2, dituduh riya pula. 

Lalu mari kita lanjut ke bagian pahit2nya. Merasa senang sekali karena ada yang bagi2 tutorial, pola atau resep? Merasa mereka seperti malaikat? Oh sudah tentu saya berterima kasih sekali untuk bagi2 ilmunya. Kira2 apa sih kelebihannya?
1. Buat buku : royalti berupa uang. Exposure/ketenaran, pengenalan brand
2. Tutorial di website : banyaknya kunjungan /resep online, pemilik website bisa pasang iklan dan dapat penghasilan dari sana, ketenaran, endorse dll.
3.pinterest : ini hanya semacam google aja, aslinya kan ada link websitenya, kalopun engga, di gambarnya sering ada watermark kan? Again, ketenaran dan materi.
Bukan berarti saya menjelekkan yang ngasi gratisan, saya betul2 seneng kok kalo ada yang bagi2, pahala mereka pun pasti berlimpah karena didoakan banyak orang

Cuma yang sekali lagi saya herankan, teteh A dan para pembagi tutorial/resep gratis itu kan konsepnya sama ya berarti. Sama2 punya tujuan, dan tidak merugikan siapa2. Tapi kenapa yang satu dipuji dan satu dihina?

Mungkin ada yang baca ini lalu tersinggung, ya silakan, saya gak bisa kontrol pikiran orang. Saya cuma bisa kontrol pikiran sendiri, dan memilih menghindari aura2 negatif. Mending manicure aja. Ini kuku saya lagi cantik2nya, dari yang biasanya dekil karena harus ngurus rumah dan anak tanpa bantuan. Karena kuku lagi cantik, maka saya imbangi dengan nulis yang pedes2.

Saya juga bukan orang yang udah free dari menghina dan judge orang lain, tapi ga ada salahnya juga ya belajar kontrol omongan atau jari. Kalau tidak bisa mengatakan hal baik, lebih baik diam. Sudah lupa kah kalau dalam mencari ilmu itu, yang didahulukan adab?

Ngomong2 soal pedas, Sedih juga sih disuruh dokter untuk menghindari yang pedas (dokter kulit dan dokter umum yg bilang). Kalo dokter kulit bilang biar ga jerawatan, kalo dokter umum bilang biar asam lambung ga naik.  oleh karena itu saya simpan pedasnya di postingan ini saja 😄

Back to Top